As Good As Dead — Holly Jackson

Novel As Good As Dead adalah buku pertama yang saya baca sepulang liburan ke Indonesia. Seusai menyelesaikan Pulau Batu di Samudra Buatan, tentunya. Saya penasaran, ingin tau akhir trilogi A Good Girl's Guide to Murder karya Holly Jackson itu. Mengesampingkan dulu tumpukan buku hasil belanja selama liburan.

Kasus Ketiga

Menceritakan tentang Pip yang bersiap berangkat merantau untuk kuliahnya. Namun pikirannya terpecah. Peristiwa di kasus keduanya masih membayanginya. Pip tak bisa tidur tanpa mengonsumsi obat! Apalagi kemudian saat Pip menyadari bahwa ada yang mengancamnya. 

Ada bangkai merpati yang sengaja ditinggalkan di depan rumahnya. Ada pula gambar dan tulisan dengan kapur di jalur larinya. Salah satu pesan ancaman yang selama itu memang sudah biasa diterimanya, meningkat frekuensinya. Pip juga mendapat panggilan telepon dengan nomor yang dirahasiakan. Saat diangkat, tak ada yang berbicara. Hanya terdengar suara nafas penelepon.

Who will look for you when you're the one who disappears?

Atas saran Ravi, Pip melaporkannya ke polisi. Sayangnya, lagi-lagi polisi tak menanggapinya dengan serius. Catatan Pip yang detil tentang ancaman-ancaman yang diterimanya tidak cukup untuk dijadikan bukti sebagai alasan penyelidikan tentang pengancam Pip. 

Pip pun pulang dari kantor polisi dengan perasaan ragu: apakah semua yang terjadi hanya buah pikirannya yang tak menentu?

Bersama Ravi, Pip berusaha mengurai kegalauannya. Mereka menemukan kesamaan dengan sebuah kasus pembunuhan berantai, dengan seorang terdakwa yang sudah mengakui kejahatan dan masih dipenjara. Namun Pip melihat adanya petunjuk yang mengarah ke kesimpulan berbeda. 

Dalam penyelidikannya, Pip menemukan petunjuk lain yang menjeratnya ke sarang si pembunuh, yang kemudian menjebaknya dalam jaring yang jauh lebih rumit lagi! Kasus yang ketiga adalah dirinya sendiri!

Mengandung Tema Dewasa

Seperti buku kedua, buku ketiga ini dimulai dengan tekad Pip untuk tidak melakukan penyelidikan lagi. Memang, yang dialaminya di kasus kedua sangat berat, membahayakan jiwanya. Dan Pip merasakan efeknya berkepanjangan.

Agak kaget saya melihat karakter Pip yang menjadi pecandu obat tidur. Saking tergantungnya, dia sampai membelinya dengan cara ilegal. Dia menyembunyikan masalahnya dari keluarganya. Yang ini saya heran, karena di buku sebelumnya, keluarganya sangat perhatian atas hal-hal kecil sekalipun.

Was it reckless? Probably. Bravery to the point of stupidity, that's you. 
(Ravi kepada Pip, hal. 505)

Kalau di buku 1 dan 2 terasa sekali peran ayah-ibunya, di buku 3 ini menekankan duo Pip dan Ravi. Dari sekedar saling mendukung secara moral, hingga konspirasi menutupi kejahatan. Yang ini saya juga heran, biasanya Ravi adalah control system-nya Pip, yang menahan Pip dari melakukan tindakan berlebihan. Meski tak selalu berhasil juga. Dan saya bertanya-tanya, mengapa penulis memilih untuk tidak memberikan hukuman selain perasaan bersalah yang menghantui? 

Senada dengan buku 2, di sampul belakang buku 3 ini tercantum peringatan "contains adult themes". Di sini tingkat kekerasan grafisnya lebih meningkat lagi. Pip digambarkan sangat brutal. Dan lagi-lagi, tak ada penjelasan ataupun penekanan di sisi penyesalan. Untuk itu, saya menyarankan untuk tidak dibaca mereka yang belum berusia 15 tahun.

Kembali ke Kasus Pertama

Menyelesaikan buku ketiga ini, saya jadi tertarik pada proses kreatif penulis. Bagaimana caranya mengembangkan dari ide global sampai menjadi tiga buku. Sampai saat saya menulis ini, saya belum mencari informasi tentang itu.

Jelas alur utamanya sudah ada dari awal. Unik, bagaimana tiap jilid berkaitan dengan cara yang mengejutkan. Bagaimana penjelasan untuk satu hal di jilid 1 baru muncul di buku 2 atau 3. Bagaimana sebuah adegan di jilid 1 merupakan petunjuk yang dikembangkan di jilid lanjutannya. Bagaimana membaca buku 1 dan 2 saja sudah merasa cukup, tetapi ternyata semua terurai di buku 3.

Mungkin karena itu saya bisa menikmati serial ini? Meski genre suspense dan young adult, pula? Karena tidak linear seperti serial lain?... Yang sudah saya baca sampai saat ini, tentunya!

Seperti dua buku sebelumnya. Yang ini pun saya selesaikan cukup cepat. Intriknya sangat mencekam. Membuat penasaran akan kelanjutan dan akhir ceritanya. Dan menarik sekali, bahwa semua ternyata berakar pada kasus pertama!

Novel page turner ini membuat saya bertanya-tanya: bagaimana pengadaptasiannya nanti ke dalam seri, dengan begitu adanya detil-detil yang tak ditampilkan pada season pertama padahal menjadi unsur penting di jilid 3 ini? Dan tentu saja pertanyaan lebih mendasar: apakah akan ada adaptasinya? Hehehe.

Akhir dari Trilogi

Novel ini tak saya bawa liburan musim panas ke Indonesia karena tebalnya. Tak berat, sebenarnya. Namun 552 halaman, plus bab "Acknowledgement" dan petikan dari buku 1, dengan format paperback normal (bukan pocket), memakan tempat juga kan!?

Kalau saya merasa buku 2 tak harus dibaca sesudah buku 1, buku 3 ini perlu dibaca sesudah buku 2. Intrik awal sangat berkaitan. Bukannya tidak mungkin memahami kondisi psikologis Pip di buku 3 ini, tapi akan jauh lebih mudah jika mengetahui jalan cerita yang berlangsung di buku 2.

Buku ini menutup trilogi AGGGTM dengan meninggalkan perasaan campur-aduk bagi saya. Tidak ada nilai moral yang cukup diangkat di akhir ceritanya untuk sebuah novel bergenre young adult. Bahkan ada penyelubungan kejahatan yang menurut saya tak pantas diabaikan begitu saja.

Penasaran? Baca sendiri saja, ya!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho