Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa — Zaky Yamani

Saya mencari buku Zaky Yamani di iPusnas sesudah kemenangannya pada Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2021. Novel Kereta Semar Lembu belum ada. Wajar. Namun mata saya sudah tertarik pada sampul buku Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa yang didesain oleh Varsam Kurnia.

Kisah dalam Kisah dalam Kisah

Buku dibuka dengan catatan Profesor Barend Hendrik van Laar yang melakukan perjalanan ke Batavia pada tahun 1900. Dalam suatu kunjungan ke Priangan, seseorang menawarinya buku antik. Buku itu ditulis dalam bahasa Portugis.

Profesor Van Laar langsung teringat dengan buku kuno berbahasa Portugis lain yang sudah dimilikinya di Belanda. Buku itu didapatkannya di Persia. Dan ternyata memang kedua buku sama-sama merupakan catatan perjalanan yang ditulis oleh seseorang bernama Samiam dari Lisboa. 

Buku yang ditemukan di Persia adalah awal cerita, dan yang ditemukan di Priangan adalah akhirnya. Namun keduanya tidak bersambung. Ada yang hilang. Van Laar pun terobsesi mencari buku tengah, yang kemudian ditemukannya di Malaka.

Setelah menerjemahkan keseluruhannya ke dalam bahasa Belanda, Van Laar mendapati bahwa isinya luar biasa menariknya. Catatan harian itu mengungkap banyak informasi yang belum diketahui sebelumnya. Ada unsur mitos yang membuat bertanya-tanya apakah kisah itu nyata atau hanya khayalan penulis semata.

Van Laar memutuskan untuk menerbitkannya dalam tiga jilid dan memberinya judul Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa. Buku yang merupakan jilid pertamanya ini menceritakan tentang awal mula Samiam Nogueira, seorang pedagang rempah-rempah di Lisboa, Portugal, menulis buku harian. 

Lelaki yang berusia menjelang 30 tahun itu mulai mencatat perjalanan hidupnya setelah mengalami kejadian-kejadian tak terduga. Dia tak tahu mau cerita ke siapa. Dan menulis menjadi media pencurahan hatinya.

Samiam sedang resah. Pertama, dia akan menikah dalam enam bulan, tapi masih ragu akan kesiapannya sendiri. Kedua, sudah beberapa kali dia didatangi bayangan dalam mimpi yang menyuruhnya pergi, untuk mengunjungi tanah leluhurnya. 

Ketiga, dia baru saja menghabiskan uang banyak untuk membeli Peta Orang Jawa. Sebuah peta yang sangat terkenal. Sangat berharga ... kalau saja itu asli. Masalahnya, tak ada yang menjamin keaslian peta yang memang sudah sangat sering dipalsukan itu!

Samiam gusar karena berbelanja tanpa berpikir panjang. Sekaligus bertanya-tanya apakah semua itu pertanda bahwa dia benar-benar harus pergi mencari leluhurnya? Di Jawa?

Samiam tak hanya mencatat kejadian hari itu, tapi juga menuliskan kejadian yang sudah lalu untuk menyusun pikirannya agar lebih terstruktur. 

Aku baru tahu, menulis bisa mengungkap sedikit demi sedikit tabir yang menutupi ingatanku akan banyak hal. (Hal. 62)

Siapa sangka ternyata setelah memulai mencatat itu, kelanjutan hidupnya lebih tak terduga lagi? Dan Samiam si pedagang berubah menjadi Samiam si penjelajah!

Catatan Harian

Waaah. Catatan harian! Saya banget ini! Tak salah saya memilih buku ini. Tak rugi mengantrinya entah berapa lama. Dan saya berhasil menghabiskannya sebelum masa pinjamnya usai!

Bentuk catatan harian membuatnya mudah untuk dibaca. Catatan berlangsung lima bulan saja, tetapi kisahnya terjadi selama puluhan tahun. Sejak Belinha de Sousa, ibu kandung Samiam, masih kecil. Tak heran buku 368 halaman ini terasa padat. Dan memang ada banyak sekali informasi di dalamnya.

Sebagai bukan penggemar mata pelajaran Sejarah di sekolah, saya banyak tersesat dalam nama-nama yang sekian banyaknya. Ada berbagai kota di Eropa, Afrika, dan Asia. Lalu organisasi-organisasi Kesatria Kuil, Sepuluh Tanpa Wajah, Porto de Graal, Hasashin, ... . Kemudian tentu saja nama-nama penjelajah.

Saya tak mengecek semua nama-nama itu. Tak juga soal ketepatan sejarahnya. Percaya saja dengan penulis yang menyusun novel ini sebagai hasil dari program residensi yang diselenggarakan oleh Komite Buku Nasional di Portugal tahun 2017.

Saya hanya penasaran dengan Pêro da Covilhã yang saat saya cek memang benar-benar ada! Kalau Fernando da Covilhã-nya sih entah. Dengan tujuh istri di Ethiopia, pasti sulit melacak nama tiap anak sang penjelajah ternama itu!

Entah mengapa pada saat membaca, beberapa kali saya tetiba tersadar bahwa buku ini bukan merupakan terjemahan. Buku ini asli Indonesia. Namun penulis dan editor Karina Anjani—yang tak biasa-biasanya disebutkan dalam satu nafas dengan nama penulis dalam deskripsi identitas sebuah buku—berhasil memasukkan rasa yang pas untuk saya.

Untuk Dewasa

Buku terbitan Gramedia Pustaka Utama tahun 2021 ini disarankan untuk mereka yang berusia 17 tahun ke atas. Kengerian mengenai masa perbudakan dideskripsikan secara cukup eksplisit. Demikian pula kisah peperangan. Kemudian ada konten keagamaan dan seksualitas yang kurang sesuai untuk mereka yang belum dewasa.

Seperti Profesor Van Laar, Zaky Yamani juga merancang ksah Samian sebagai trilogi. Dan saya menunggu lanjutan kisah Samiam berikutnya! Saya ingin tahu bagaimana jalan ceritanya sehingga Samiam ... ah, nggak boleh spoiler ya! Namun catatan terakhir yang ditulis dengan jarak 5 tahun dari sebelumnya itu benar-benar membuat penasaran!

Jadi makin semangat buat nulis-nulis curcol. Siapa tau bisa diambil manfaatnya. Seperti catatan Samiam dari Lisboa!

Menulis buku harian adalah menuliskan sejarah. Suatu hari anak-cucumu bisa melihat zaman kita hidup dari mata kita sendiri. (Hal. 208)


Komentar

  1. Menulis curcol itu ciri saya Mbak, bahkan pernah dilabeli sebagai bloger dengan tulisan remeh temeh... tapi saya santai saja. Emang penulis remeh temeh saya yuh, apa saja yg org lainanggap remeh bagi saya istimewa, hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Habis baca buku ini, makin yakin kalau tidak ada tulisan remeh. Pasti ada yang bisa diambil hikmahnya. Yuk, lanjut nulis, Bu! 🤗

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho