1984 — George Orwell

Saat Butet memilih 1984-nya George Orwell sebagai bahan pilihan pendukung ujian tertulis dan presentasi inti untuk ujian lisan Baccalaureat Français, saya jadi teringat sudah lama ingin membacanya dan belum kesampaian juga. Saya pun jadi terinspirasi mengambilnya menjadi bahan bacaan. Apalagi disemangati Butet yang ingin saya bisa jadi teman diskusinya di rumah. 

Didukung ketersediaan bukunya secara gratis di apikasi Kindle, saya pun akhirnya sukses menuntaskannya!

London di Tahun 1984

Winston Smith bekerja di Ministry of Truth atau Minitriue dalam Newspeak. Di kementrian yang bekerja di bidang berita, hiburan, pendidikan, dan seni itu, dia bertugas "mengoreksi" fakta yang dinilai tidak lagi sesuai dengan pendapat partai.

Suatu hari Winston menyadari bahwa dia tak lagi mampu membedakan fakta yang diingatnya, dengan "fakta" yang tertulis dalam sejarah yang disetujui partai. Dia bahkan tak yakin apakah saat itu benar-benar tahun 1984. Dia pun ingin mencatat fakta yang masih diingatnya. Kebetulan, beberapa waktu sebelumnya dia menemukan semacam agenda di sebuah toko di daerah kumuh. Dia membelinya dan membawanya ke rumah, mengambil resiko ditahan atau bahkan dihukum mati.

Winston pun memulai buku hariannya. Dia menulis di sebuah relung di rumahnya yang mungkin dahulu dimaksudkan untuk menjadi rak buku. Hanya relung itu yang tak terjangkau oleh teleskrin. Asal tak bersuara, Winston tak akan tertangkap Polisi Pikiran yang selalu memantau gerak-gerik penduduk. 

Winston memulai tulisannya dengan menceritakan yang dialaminya hari itu, di mana dia melihat bahwa O'Brien, seorang anggota Partai Inti yang menduduki jabatan penting sepertinya memiliki pemikiran yang sejalan dengannya. Perhatian Winston juga tertarik pada seorang perempuan muda yang terlihat begitu semangatnya mendukung Bung Besar dan menghujat Emmanuel Goldstein, sang musuh rakyat.

Beberapa waktu setelahnya, Winston berkesempatan berkenalan dengan si perempuan yang ternyata bernama Julia. Rupanya Julia pun tertarik padanya. Julia mengaku bersandiwara membela Big Brother demi menutupi ketidakpercayaannya terhadap sistem. Mereka pun sering bertemu, menyusun rencana untuk bergabung dengan Persaudaraan dengan jalan menghubungi O'Brien.

Orwellian London

Unik juga membaca kisah yang menceritakan situasi di tahun 1984, situasi yang dibayangkan oleh Georges Orwell, di tahun 2024, 40 tahun sesudah setting cerita. Georges Orwell sendiri menulisnya pada tahun 1948. Mudah dihafal dengan angka 84 dan 48. Itu tips dari Butet!

Terus terang saya agak sulit masuk ke buku ini. Mungkin karena saya membacanya dalam versi asli berbahasa Inggris, yang menggunakan gaya bahasa zaman itu, sementara penguasaan bahasa Inggris saya sudah menurun sekali. Dengan banyak meminta bantuan kamus yang tersedia di Kindle, perlu beberapa waktu sebelum akhirnya bisa menikmati jalannya cerita.

Berbeda dengan Butet yang langsung antusias. Dia yang memandu saya, menunjukkan bagaimana dari awal pembaca langsung dibawa masuk ke dalam cerita. Di mana detil-detil yang membawa kita ke dalam atmosfer London pada tahun 1984. Orwellian London, tentunya!

Begitu bisa masuk ke cerita, saya terbawa. Merinding ngeri membayangkan bagaimana sejarah bisa dimanipulasi tergantung keinginan penguasa. Seram membayangkan Bung Besar dengan teleskrinnya yang memantau penduduk. Penasaran mau dibawa ke mana ceritanya dan nasib Winston selanjutnya.

Selama dan sesudah selesai membacanya, saya terutama terkesan akan kemungkinan melupakan. Apalagi waktu itu saya membacanya bersamaan dengan membaca ulang Polisi Kenangan-nya Ogawa Yoko. Kedua buku sama-sama membicarakan tentang penghapusan ingatan oleh pemerintah.

Relevan dengan Masa Kini

Selesai membaca di awal bulan April, baru sekarang saya berani posting ulasan. Tak mudah menyusun pikiran. Dari obrolan dan persiapan ujian Butet, saya mendapati banyak sekali sudut pandang yang saya pikir sangat menarik.

Butet mengaitkan buku 1984 dengan kondisi saat ini. CCTV yang tersebar di berbagai sudut kota, pembatasan terhadap kebebasan berpendapat, ... sampai model berita dalam media sosial yang sering kali hanya menyampaikan inti cerita, sedangkan detilnya sebenarnya tak kalah pentingnya, yang tidak jarang sampai mengakibatkan distorsi makna.

Adaptasi ke dalam novel grafis oleh Xavier Coste

Butet sangat suka buku ini. Apalagi dengan akhirnya yang terbuka. Dia sampai meminta dengan cukup mendesak untuk dibelikan adaptasinya dalam komik. Tapi tak mau menonton filmnya—yang disutradarai Michael Radford dan dirilis tahun 1984!—yang berating 18+.

Mendiskusikan analisis Butet sepertinya membuat saya minder untuk menulis ulasan. Heu. Hehehe. Dan memang hasilnya, Butet mendapatkan nilai 18 dari maksimal 20 untuk ujian lisannya! Kurang 2 poin karena salah jawaban tata bahasa. Dia menambahkan jawaban yang tak perlu, katanya. Dan tambahannya itu salah! Hadeuh. Tapi lebih dari cukup lah, segitu juga ... untuk standar mamaknya! 

Untuk Remaja

Di Indonesia, buku ini sudah diterjemahkan pertama kali pada tahun 2003 oleh Landung Simatupang dengan penyunting Ika Yuliana Kurniasih. Penerbit Bentang Pustaka sudah dua kali mencetak ulang pada tahun 2016 dan 2021. Penerbit Gramedia juga sudah mengeluarkan versinya pada 2022 dengan alih bahasa oleh Lulu Wijaya dan penyunting Tanti Lesmana.

Buku yang menarik, yang membuat kita berpikir akan kondisi dunia saat ini, menurut saya baru cocok dibaca mulai usia remaja 12-13 tahun, dengan adanya konten seksual dan kekerasan yang cukup eksplisit.

Bagian "Goldstein's Book" bisa diskip tanpa mengurangi pemahaman terhadap cerita, karena sebenarnya sudah diulang-ulang di banyak bagian. Kecuali kalau Anda penasaran akan detil dan tak mau melewatkannya, tentunya!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho