Sang Pemanah — Paulo Coelho

Jangan menilai buku dari sampulnya. Itu kata peribahasa. Dan kali ini, saya tertarik membaca buku Sang Pemanah benar-benar karena sampulnya.

Bagaimana tidak? Dari warnanya yang pastel saja sudah cukup spesial dari buku-buku Paulo Cuelho lainnya. Dan gambar pemanah dengan pakaian beskap Jawa lengkapnya? Apakah sang pemanah yang ada dalam buku ini adalah seorang atlet jemparingan?

Empu Gandewa

Menceritakan tentang Gandewa yang bekerja sebagai tukang kayu. Suatu hari seorang asing datang ke desa mencarinya. Dia mengatakan bahwa Gandewa tidak pantas disebut sebagai pemanah terhebat di dunia dan ingin menantangnya.

Seorang anak kecil yang tak pernah mendengar tentang reputasi Gandewa sebagai pemanah, mengantar orang asing itu menemuinya. Gandewa menerima tantangan dengan syarat bahwa jika kalah, si orang asing harus pergi dan tak boleh menceritakan lokasi desa itu kepada orang lain.

Mereka ke gunung melaksanakan tantangan. Gandewa menang. Si orang asing pun pergi. Si anak kecil yang masih mengikuti terkagum-kagum dan minta diberi ilmu. Gandewa pun menjelaskan mengenai jalan busur di sepanjang perjalanan pulang mereka.

Buku Berilustrasi

Jangan menilai buku dari sampulnya. Dan itu berlaku untuk buku ini. Isinya bukan tentang juara jemparingan. Ya iya lah ya. Mosok penulis Portugis nulis tentang olahraga panahan tradisional Indonesia? Tenang ... saya juga tak berharap kok! Hehehe.

Buku ini sebenarnya sudah lama saya pinjam dan selesaikan di iPusnas. Tipis saja. Hanya 149 halaman. Itupun banyak yang berisi ilustrasi.

Akuarel bernuansa pastelnya Martin Duma unik untuk ditelaah lebih lanjut. Mungkin harus dikaitkan dengan terjemahan Rosi L. Simamora yang sepertinya merupakan interpretasi. 

Saat mencari di internet, saya lihat sampul buku dalam versi bahasa Prancis, La Voie de l'Archer (Jalan sang Pemanah),  bergambar pemanah Jepang. Tokohnya bernama Tetsuyo. Demikian juga dalam versi bahasa Inggris, The Archer. Dan ternyata memang demikian dalam versi aslinya O Caminho do Arco yang berbahasa Portugis.

Mengapa Rosi memilih nama Gandewa, saya belum menemukannya. Namun saya merasakan bahwa kalimat-kalimatnya lebih lancar mengalir dengan gaya interpretasi ini, kalau dibanding pengalaman saya membaca buku Paulo Coelho lainnya ... yang baru dua sih, sebelum ini! 

Jalan Busur

Buku ini tak ada ceritanya. Isinya lebih ke petuah-petuah. Kata-kata yang indah. Itu juga yang membuat saya kesulitan menuliskan ulasannya. Sampai saat ini.

Menarik mencatat beberapa poin dari jalan busur yang kata Empu Gandewa bisa berlaku atas segala sesuatu, tak hanya dalam bidang memanah saja. Semua poin dipilah dalam bab-bab terpisah. Tentang pentingnya sekutu untuk saling menyemangati, busur sebagai sumber kekuatan, anak panah sebagai sang karsa, sasaran yang ingin diraih, postur yang tenang dan luwes, ... .

Yang paling mengena di saya adalah poin "pengulangan". Pentingnya berlatih, mengulang gerakan yang sama, mengadaptasi, memperbaiki, memoles, ... sampai akhirnya menjadi sesuatu yang naluriah. Ini berlaku dalam hal menulis juga kan ya!?

Penuh Hikmah

Terus terang, saya menulis ulasan ini untuk melengkapi skripsi KLIP saya. Saya menyusun kumpulan ulasan buku. Kuota minimal jumlah kata masih kurang. Dan terutama ingin menambah keragaman asal penulisnya.

Saya tak keberatan membacanya ulang. Merasa beruntung bisa mendapatkannya kembali dengan mudah, tanpa mengantri. Saya jadi bisa menggali ingatan, dan lebih mendalami makna tulisan Paulo Cuelho, yang kali ini fokus ke hikmah. Namun tetap saja saya kesulitan mengambil kutipan. Baca sendiri langsung saja ya!

Buku ini dikategorikan penerbit Gramedia Pustaka Utama untuk 17 tahun ke atas. Namun menurut saya bisa dibaca mulai 12 tahun. Atau bahkan lebih muda, dengan tingkat pemahaman secukupnya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho