Nos Séparations — David Foenkinos

Nos Séparations sudah saya miliki sejak lama. Tanpa sengaja. Tahun 2011 itu saya ingin membeli karya terbaru David Foenkinos, Les Souvenirs, yang dipromosikannya di Festival Livre Mouans Sartoux. Seperti biasa, saya tak mau mengambil eksemplar yang ada di tumpukan teratas. Sampai di rumah saya baru sadar, ternyata yang saya ambil bukan buku yang sama!

Saking ngambeknya, buku terbitan 2008 itu saya anggurin lama. Bahkan saya tak mau membaca buku David Foenkinos yang lain. Sampai saat Club Lecture memilih Lennon sebagai bahasannya, dan sang penulis hadir di Fnac mempromosikan buku terbarunya saat itu, Numero Deux.

Kisah Cinta Fritz dan Alice

Menceritakan tentang kisah cinta Fritz dengan Alice, yang tampak mulus-mulus saja pada awalnya, tetapi kemudian ternyata mengalami banyak cobaan. Hubungan mereka putus-sambung beberapa kali. Dari kecemburuan Fritz, sampai soal ketidakcocokan dengan calon mertua, dan puncaknya skandal selingkuhan yang mengakibatkan batalnya pernikahan yang sudah di depan mata.

Dalam masa surutnya hubungan mereka, Fritz selalu menyimpan Alice dalam hatinya. Dan demikian pula sebaliknya Alice, meletakkan Fritz sebagai orang yang pertama dihubunginya pada saat menghadapi duka.

Sepertinya mereka memang ditakdirkan untuk selalu bersama. Meski mungkin tidak dalam kondisi yang mereka bayangkan sebelumnya.

Membaca di Dua Versi

Pada periode libur musim panas kemarin, Butet dan teman-temannya mengadakan tantangan membaca. Mereka sudah rutin mengadakannya beberapa tahun belakangan ini. Tantangannya adalah menyelesaikan buku, dan pemenangnya dihitung dari jumlah katanya.

Dari pengamatannya, Butet mendapati bahwa buku berbahasa Prancis mengandung kata yang lebih banyak ketimbang dalam bahasa Inggris untuk jumlah halaman yang sama. Karenanya, dia meminta rekomendasi dari saya, yang kemudian salah satunya saya mengajukan Numero Deux-nya David Foenkinos. Butet suka! Dia menghabiskannya dengan cepat. Karena itu dia membawa Nos Séparations ke rantaunya sebagai bahan bacaan selanjutnya. 

Di Valenciennes-lah saya mulai membaca buku ini. Memang saya tak membawa buku fisik untuk menghemat bawaan. Dan saya pikir akan bisa menyelesaikannya karena tidak tebal dan cara bercerita David Foenkinos selalu menyenangkan meski menggunakan bahasa yang tidak sulit. Namun sampai saat harus kembali ke Cannes, saya belum berhasil menyelesaikannya. Dan Butet tak mau melepaskannya. 

Saat saya berpikir untuk meminjam saja dari perpustakaan kota, saya menemukan bahwa layanan online dari perpustakaan kota itu menawarkan versi digital dari Nos Séparations. Tersedia bebas tanpa antri, pula! Senangnya!

Jadilah saya membaca buku ini setengah dalam versi fisik dan setengah lagi dalam versi digital!

Novel yang Menghibur

Sebenarnya kalau saya ingin membawa kembali buku ini ke Cannes, itu bukan hanya karena ingin menyelesaikannya. Saya cukup terkaget-kaget dengan konten seksualnya dan merasa jengah telah menawarkannya pada Butet. Dari buku-buku David Foenkinos yang sudah saya baca sebelumnya, seingat saya tidak ada adegan seksual apalagi yang dibahas panjang-lebar. Atau karena tak panjang-lebar itu makanya saya tak ingat? Karenanya saya mencari-cari alasan untuk menghindarkan Butet membacanya, meski sebenarnya putri saya itu sudah sudah mau 18 tahun juga. Hehehe.

Seperti biasa, David Foenkinos meramu cerita dengan bumbu humor yang sering tak saya sangka. Setiap periode putusnya pasangan Fritz—Alice adalah karena hal yang tak ter saya duga. Masing-masing periode dipisahkan dalam bab. Karenanya, saat masuk bagian ketiga, saya sudah menduga bahwa akan terjadi perpisahan di akhir bagiannya. Meski lagi-lagi dengan situasi yang tidak saya bayangkan!

Yang cukup bisa saya tebak adalah akhir ceritanya. Meski naga-naganya mengarah ke sad ending, David Foenkinos selalu membuat novel dengan happy ending. Paling tidak yang sudah saya baca sampai saat ini ya. Dan ternyata benar. Meski yah, hepi-nya mungkin tak seperti dibayangkan pembaca romance. Atau yang belum baca sampai Bagian 3!

Etre ecrivain, c'est juste un alibi pour faire chier tout le monde (Partie 3, Chapitre XI)

Menurut saya itulah kalimat yang paling bisa menyimpulkan novel ini: Menjadi penulis hanyalah alibi untuk bikin kesel banyak orang! Novel ini nggak jelas, nyebelin, tapi bikin penasaran dan sukses membuat saya tertawa-tawa. Plus penasaran untuk mengetahui jalan menuju ending-nya!

Terjemahan Indonesia?

Membacanya dalam situasi menjelang saat meninggalkan Butet di rantaunya, saya rasa berperan dalam ketidakmampuan saya menyelesaikan novel 192 halaman ini. Memang isinya tak berkaitan, tetapi judulnya, Perpisahan-perpisahan Kita, makjleb sekali. Heu....

Saat mencari apakah sudah ada buku David Foenkinos yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, saya menemukan sebuah artikel di situs web Harian Bogor Raya mengenai terpilihnya Nos Séparations sebagai salah satu novel Prancis yang akan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia melalui program Ayo Baca.

Setelah saya cari-cari lagi, ternyata ada artikel di Institut Français d'Indonésie yang menuliskan bahwa tiga buku tersebut baru kandidat yang nantinya akan diumumkan di bulan Juli. Sekarang sudah pertengahan September. Mana yang benar? Kita tunggu saja berita lebih jelasnya ... atau sekalian tanggal terbitnya!

Screenshot per 13 September 2025

Dengan konten seksualnya yang cukup deskriptif dan tidak hanya satu adegan, novel ini saya sarankan untuk pembaca 17 tahun ke atas.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho