Jacaranda — Gaël Faye
Saat melihat Jacaranda terbit di bulan Agustus lalu, saya sudah langsung tertarik. Bukan hanya karena sampulnya yang ungu menyala, tetapi karena penulisnya, Gaël Faye, yang saya tunggu tulisannya, setelah menyukai buku pertamanya Petit Pays di tahun 2016.
Saya tak terlalu kaget, saat Club Lecture memilihnya sebagai bahasan pertemuan November ini. Jadi memperkuat keinginan saya untuk membelinya. Dan saya membelinya di tabac-press (toko rokok dan koran) terdekat. Ceritanya untuk mendukung perekonomian lokal. Di hari yang sama, saya ke toko buku besar di pusat kota.
Perjalanan Milan
Bercerita tentang perjalanan hidup Milan, seorang anak campuran Prancis-Rwanda, sejak remaja hingga dewasa. Lahir dan besar di Prancis, Milan tidak mengenal Rwanda sama sekali. Jangankan mengajaknya ke sana. Ibunya tak pernah membicarakan tentang tanah kelahirannya itu.
Sang ibu tak pernah mengajarinya bahasa ataupun budaya asal-usulnya. Tak pernah pula memasak masakan khas daerahnya. Bahkan saat ada berita mengenai genosida 1994 disiarkan di televisi pun, sang ibu menolak membicarakannya.
Tak lama setelah peristiwa genosida itu, si ibu membawa pulang Claude yang berasal dari Rwanda yang sedang menjalani pengobatan di Prancis. Anak yang diaku sebagai keponakan ibunya itu seumuran dengan Milan tetapi badannya lebih kecil. Milan yang sudah lama ingin memiliki adik, senang sekali. Sayangnya Claude tak tinggal lama. Dia kembali ke Rwanda tanpa berpamitan pada Milan yang membuatnya sangat kehilangan.
Milan kembali bertemu dengan Claude saat akhirnya ibunya membawanya ke Rwanda. Di sana dia mendapati berbagai rahasia, dan melihat langsung efek dari terjadinya genosida, yang membuatnya semakin tertarik pada tanah leluhurnya itu.
Kisah Rwanda
Pada proses membaca Jacaranda, saya baru tersadar bahwa adaptasi novel Petit Pays tersedia di Netflix. Saya pun menontonnya, dan mendapati beberapa karakter yang sama dengan yang ada di Jacaranda. Saya tak ingat. Dan jadi penasaran. Dan saya pun kemudian membaca ulang novel Petit Pays.
Saya hampir tak pernah mengulang membaca buku. Namun saya merasa seakan baru melihat kisah yang ada di film Petit Pays. Memang saya tak banyak mengingat kisah novelnya juga sih. Dan saya dapati ternyata memang adaptasinya cukup berbeda.
Klasik sih ya. Bagaimana mungkin merepresentasikan 224 halaman buku ke dalam 101 menit film? Karenanya, saya merasa tak rugi sama sekali mengulang membaca novelnya. Sudah lupa juga. Sudah 8 tahun sejak membacanya untuk Club Lecture Desember 2016!
Masing-masing dari dua buku Gaël Faye saya baca tak sampai seminggu. Bahasanya sederhana, tetapi indah. Memang sebelum dikenal sebagai penulis fiksi, Gaël Faye adalah kompositor dan penyanyi. Lagu-lagunya dikenal puitis penuh makna.
Gaël Faye kembali mengangkat kisah Rwanda. Kalau di Petit Pays dari sudut pandang Gaby yang mengalami langsung pada masanya meski dari Burundi dan bukan langsung di Rwanda, di Jacaranda ini dari sudut pandang Milan yang merupakan generasi berikutnya. Milan yang ingin tahu tetapi tidak diberi informasi.
Pada pertemuan Club Lecture Sabtu 23 November lalu banyak didiskusikan mengenai sikap si ibu yang tak mau menceritakan masa lalunya. Kami menyimpulkan alasannya antara trauma, kultur untuk tidak mengungkit masa lalu, dan menjaga perasaan anak agar tak ikut sedih sepertinya.
Selain ibu Milan, ada sahabatnya Eusebie yang juga tak mau bercerita pada Stella, putrinya. Hanya nenek buyutnya Rosalie yang mau bercerita. Dan bahkan menceritakan perjalanan hidupnya yang mencapai lebih dari satu abad itu.
Gaël Faye sendiri dalam wawancaranya dengan Nathalie di Le Cannet Web TV menyatakan menulis Jacaranda didorong karena ingin menceritakan kejadian 1994 dan efeknya ke anak-anaknya. Selama ini belum banyak buku yang menuliskannya. Dia ingin mencatat, agar tak melupakan.
Harapan
Jacaranda saya tangkap sebagai buku yang manis. Romantis. Tak urung menohok dan menyakitkan. Deskripsi kekerasan genosida membuat terhenyak. Begitupun membayangkan bagaimana masyarakat harus kembali bangkit dan hidup berdampingan sesudahnya.
![]() |
Pohon Jacaranda dengan bunga ungunya di depan kantor walikota Cannes (Foto: cannes.com) |
Karenanya, buku ini juga memberi harapan. Harapan untuk kedamaian di dunia yang masih saja banyak perselisihan ini. Harapan untuk bangkit dan hidup berdampingan secara harmonis.
Komentar
Posting Komentar