Winter Journal — Paul Auster

Sabtu 20 Januari 2024 yang lalu, diadakan pertemuan Club Lecture. Tumben, bukannya Sabtu terakhir seperti biasa. Saya juga lupa menanyakan kenapa.

Baru diumumkan saat rentrée scolaire, saya agak lambat mendaftar. Saya tak yakin bisa menyelesaikan bukunya dengan jarak waktu kurang dari 2 minggu begitu. Karenanya, saya mengajukan antri meminjam, tidak menolak dan langsung menyatakan mau membeli sendiri saja seperti biasa.

Tapi karena sampai seminggu sebelum hari-H masih tak ada kabar ketersediaan, saya pun memutuskan membelinya. Versi digital saja di Kindle. Jadilah buku Winter Journal ini buku pertama yang saya beli di tahun 2024.

Autobiografi

Winter Journal adalah buku nonfiksi, autobiografi penulisnya, Paul Auster. Mungkin karena genre nonfiksi itu juga saja jadi mikir-mikir membelinya ya? Secara saya kan boleh dibilang pembaca eksklusif fiksi! Hehehe.

Paul Auster menceritakan perjalanan hidupnya sejak dari sejauh yang dia ingat, hingga usia 64, saat dituliskannya buku ini.

Dengan gayanya yang khas, Paul mengisahkan masa-masa kecil, remaja, kuliah, perjalanannya ke Prancis, juga perceraian orang tuanya dan kegagalan pernikahannya yang pertama. Tak lupa, Paul menceritakan juga pernikahan keduanya yang bahagia dengan penulis Siri Hustvedt.

Tak Bisa Bilang Suka

Buku ini dipilih dalam rangka La Nuit de la Lecture yang 2024 ini mengambil tema Le Corps (tubuh). Saya duga sih untuk mengejar jadwal acara ini, Club Lecture dimajukan begitu. 

Ada beberapa buku dalam lis yang direkomendasikan pemerintah. Nathalie, animatrice Club Lecture, memilih buku ini karena klub belum pernah membahas Paul Auster.

Dalam Winter Journal, Paul Auster memang banyak mengaitkan pengalaman hidupnya dengan sensasi yang dirasakan dalam tubuhnya. Pergerakan tubuhnya, sentuhan di kulitnya, rasa sakit saat pipinya robek tergores paku, ... . Paul juga menceritakan pengalaman perkembangan seksualnya.

Saya sempat mengungkapkan ketidaksetujuan akan kesepakatan semua anggota klub bahwa Paul Auster menulis dengan penuh kesopanan. Sangat memperhatikan tata krama. Saya mendapati bahwa beberapa bagian tulisannya cukup vulgar.

Kalau fiksi mungkin saya bisa menerima. Ini kan autobiografi. Tidak cuma menceritakan diri sendiri, tapi juga orang-orang yang benar-benar ada. Beberapa kisah membuat saya cukup shock.

Namun kemudian saya menambahkan bahwa mungkin karena saya membaca dalam bahasa Inggris. Bahasa yang cukup direct. Mungkin terjemahan dalam bahasa Prancis menggunakan pilihan kata yang lebih halus. Karena untuk satu maksud, ada banyak pilihan nuansa kata dalam bahasa Prancis.

Saya tambahkan lagi tentang kultur Asia saya. Di mana kita tak biasa terbuka menceritakan segalanya. Apalagi hal-hal yang sangat intim, atau yang negatif tentang keluarga. Mungkin itu yang membuat saya tak bisa dengan tegas menyatakan suka akan buku ini.

Menginspirasi

Tapi jelas saya tak bisa bilang tak suka juga! Bagaimanapun juga, saya menghabiskan 230 halamannya dalam kurang dari satu minggu. 

Bahasanya cukup sederhana. Sudut pandang orang kedua membuat kita seperti sedang berbincang langsung dengan penulisnya. Tak bosan membacanya meski ada beberapa kalimat yang lebih dari satu halaman tanpa titik! Membuat saya balik lagi, mencari awal kalimatnya.

Buku ini mengilhami para peserta klub. Kehidupan yang diceritakan biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa. Datar. Tak heroik atau tragis. Kehidupan orang normal, lah! Ini membuat kami bersemangat menulis. Meski (ke)mungkin(an besar) tak akan jadi seterkenal Winter Journal!

Saya memulai dengan mencatat 16 rumah yang pernah saya tinggali selama ini seperti Paul Auster dengan 21 rumahnya (hal. 112). Menarik juga menelusuri memori sendiri. Meski kalau melanjutkan, jelas saya tak akan sebebas Paul Auster dalam bercerita!

Introspeksi

Untuk saya, timing pemilihan buku ini kurang tepat. Saya baru sekali membaca buku Paul Auster, New York Trilogy. Itupun sudah lama sekali. Saat kemarin mendapatkan informasi mengenai pilihan buku, saya mencari kabar tentang Paul Auster, dan mendapati berita kankernya Desember 2023 yang baru lalu.

Mendapat berita itu, membaca buku ini jadi sendu. Meski Winter Journal ditulisnya 13 tahun yang lalu. Apalagi saat saya sampai pada kisah pertemuannya dengan aktor Prancis Jean-Louis Trintignant, di mana mereka membicarakan bagaimana orang lebih takut mati di usia 57 ketimbang di usia 74 (hal. 29). Bagian ini terngiang sampai akhir buku sehingga saya sulit mengaitkan optimisme dengan kedatangan musim dingin di sana.

Namun membaca buku ini membuat saya jadi introspeksi. Jadi lebih mensyukuri hal-hal kecil yang dianggap tak berarti. Jadi menghargai orang-orang yang ada di dalam kehidupan saya yang berperan menjadikan diri saya seperti sekarang ini.

Dan saya ingin membaca buku Paul Auster yang lain lagi. Tapi sepertinya yang fiksi saja deh! Hehehe.


Komentar

  1. Makanya penasaran, tumben mbak Alfi baca buku non-fiksi 🙂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ternyata karena dipaksa ya!? Hahaha. Dan tetep bukan buku pengembangan diri! 😁

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho