Destination: Jakarta 2040 — Mashuri

Buku Destination: Jakarta 2040 karya Mashuri ini saya dapatkan dari salah satu rekomendasi di instagram. Kemungkinan besar dari grup penerbitnya sendiri. Saya lupa yang mana. Grup Gramedia punya banyak sekali akun instagram. Dan saya banyak follow juga. Saya membacanya karena tertarik dengan tema time travel-nya.

Tak terlalu lama saya mengantrinya di iPusnas. Menyelesaikannya pun cepat saja. Sudah agak lama, sebenarnya. Sebelum masuk Mei. Jangan-jangan malah dari Maret? Namun saya sulit menuliskan ulasannya. Padahal saya banyak mencatat.


Perjalanan Melintas Waktu

Menceritakan tentang Raden Ilyas Aditya, seorang pemuda berumur 21 tahun yang baru saja menyelesaikan B.Sc.-nya di bidang Astrofisika di Universitas Columbia. Pada 25 Januari 2015 dia bersiap kembali pulang ke Indonesia. Ilyas tak suka terbang. Dalam penerbangannya sempat terjadi turbulensi besar. Pesawat mendarat dengan aman di bandara Soekarno Hatta.

Aman? Memang! Namun ternyata pesawat tidak mendarat pada waktu yang semestinya. Penerbangan CJ470 itu mendarat 25 tahun sesudahnya, di tahun 2040!

Ilyas mendapati adiknya yang dulu ditinggalkannya pada usia 5 tahun, sudah menjadi wanita dewasa. Sudah menikah dan memiliki seorang anak. Ibunya sudah meninggal dunia karena leukimia.

Ilyas berusaha mencari cara untuk kembali ke tahun 2015. Dia dibantu ilmuwan dari berbagai negara. Salah satunya adalah Alisa yang sebelum insiden terjadi masih berstatus pacarnya. Di tahun 2040, Alisa sudah menjadi ahli ... dan berusia 40-an!

Penuh Lubang

Dari membaca-baca instagram penulisnya, saya dapati bahwa buku ini sudah dimulainya saat berusia 13 tahun. Masih SMP. Hanya sampai bab 6. Lalu mandeg. Tiga tahun kemudian, 2018, penulis melanjutkannya lagi, untuk kemudian diterbitkan Bhuana Ilmu Populer pada Januari 2021.

Di situ saya memahami ada poin-poin kekanakan dalam cerita. Seperti tentang tinggal di apartemen di New York yang berpemandangan One World Trade Center dengan "pelayan" tapi naik pesawat ekonomi, memilih tempat duduk di saat check-in dengan gampangnya, mengulang-ulang peyebutan "triple seven", ... juga beberapa detil pengetahuan tentang perjalanan kehidupan.

Mungkin bukan dalam budaya saya bahwa seseorang yang meninggalkan adik berusia 5 tahun dan menemuinya kembali sudah berusia 30 tahun—10 tahun lebih tua dari dirinya sendiri—dan langsung bisa berpelukan. Namun jelas, pertanyaan saya akan lebih ke arah apa kabarmu, apa kegiatanmu, apakah sudah berkeluarga, punya anak, ... tidak langsung melakukan "obrolan hangat berbobot tidak kenal waktu" (hal. 39) dan baru menanyakan hal-hal pribadi keesokan harinya. Itupun karena melihat ada lelaki menjemput mereka (hal. 41)!

Demikian pula saat bertemu Alisa. Dengan mudahnya Ilyas bilang "I love you" (hal. 74) tanpa menanyakan dulu apakah dia sudah berkeluarga dan baru menanyakannya jauh kemudian (hal. 185). Usia Alisa sudah 40-an woiii!

Saya tidak menyinggung soal teori kuantum, astrofisika, dan sebagainya karena memang saya tak mengerti bidang itu. Namun jelas, sebutan legendary cosmologist (hal. 62) amat sangat berlebihan sekali untuk seseorang yang hanya menyelesaikan B.Sc., dari Columbia University dengan summa cum laude sekalipun!

Masih ada beberapa lubang lagi yang saya catat. Kecil-kecil. Namun mengganggu untuk saya. Dan sepertinya justru karena terlalu banyak catatan ini yang membuat saya sulit menulis ulasannya.

Tak adakah penyuntingan sebelum akhirnya dicetak? Swasunting oleh penulis sendiri yang sudah lebih berumur saat melanjutkannya? Sejauh mana penyuntingan oleh editor dari penerbit?

Saya jadi teringat Guillaume Musso, penulis best seller Prancis yang dengan terbuka menyatakan menyunting besar-besaran buku pertamanya Skidamarink sebelum diterbitkan kembali tahun 2020 kemarin. 

Ide yang Menarik

Buku yang saya baca merupakan versi terbitan pertama. Januari 2023 kemarin, buku ini dicetak kembali. Tidak tahu apakah ada penyuntingan ulang di dalamnya.

Kalau tak memerhatikan detil-detil itu, buku ini cukup layak dinikmati. Idenya bahkan menarik sekali untuk saya. Alurnya juga cukup terbangun. Perjalanan melintas waktunya bisa dimengerti. Tak ada lubang soal itu.

Tidak semua dijelaskan, pasti. Karena memang tak mungkin kan!? Dan tidak perlu juga!

Buku ini bisa dibaca mulai usia remaja. Bahasanya ringan (bagian fisika kuantumnya bisa dilompat). Namun rasanya sulit bagi saya untuk merekomendasikannya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho