Melangkah — J.S. Khairen

Lama sekali saya mengantri buku ini di iPusnas. Sampai lupa kenapa saya mengantrinya dulu. Dan akhirnya saya mendapatkannya tepat di malam tahun baru! Jadilah Melangkah-nya J.S. Khairen ini menjadi buku pertama yang saya selesaikan di tahun 2023!...

Misi di Sumba

Menceritakan tentang Aura, seorang mahasiswi Fakultas Ekonomi yang pulang kampung setelah sekian lama. Ternyata Aura ini keturunan bangsawan di Sumba. Kedatangannya sudah ditunggu-tunggu. Aura dikabarkan merupakan penyelamat kaumnya...

Aura datang membawa dua sahabatnya, Siti dan Arif, yang ketiganya sama-sama anggota perguruan pencak silat, juga Ocha, teman kuliah mereka. Aura tak mengindahkan misi yang dibebankan padanya. Dia memilih mengunjungi Sumba seperti yang dijanjikannya pada tiga temannya...

Belum lama di Sumba, mereka diserang oleh pasukan berkuda raksasa. Salah satu anggota pasukan itu, adalah ayah Aura yang beberapa hari sebelumnya dijemput bersama para lelaki di desanya untuk bekerja. Rupanya para lelaki itu dihipnotis. Kuda-kuda Sumba itu diberi modifikasi genetis. Semua berkaitan dengan panel surya raksasa yang belum dilihat Aura saat terakhir ke Sumba...

Aura pun berubah pikiran, dan bertekat menyelesaikan misi yang ditetapkan leluhurnya...

Genre Fantasi untuk Keponakan Santri

Seiring membaca, saya jadi teringat mengapa saya mengantri buku ini. Saya ingin membacanya untuk menyaring apakah bisa diberikan ke keponakan saya yang meminta dibelikan buku...

Genre yang dimintanya adalah fantasy. Tapi jangan ada romance-nya ya, Budhe. Begitu pinta santriwati sebuah pondok modern di Jombang itu. Tentu tidak mudah, untuk buku yang marketnya remaja...

Salah satu buku yang direkomendasikan saat googling adalah Melangkah ini. Saya sudah mendengar nama J.S. Khairen sebelumnya untuk buku yang dipengantari oleh Rhenald Kasali. Saya belum baca bukunya. Tapi jadi tertarik untuk membaca Melangkah yang kebetulan ada di iPusnas...

Pikir-pikir, sudah lama juga saya mengantri buku ini. Sejak Agustus. Saat saya liburan di Indonesia. Tentu saja saya sudah membelikan buku lain untuk keponakan saya. Dan saya tidak menyesal mengetes dulu sebelum menghadiahkan...

Terlalu Sederhana

Gaya bahasanya sederhana. Terlalu sederhana, bahkan, untuk tidak mengatakan tidak indah. Dari halaman pertama saja saya langsung tidak sreg. Sudah ada kesalahan penulisan. Dan itu berlanjut, berulang-ulang terjadi hingga akhir buku. Banyak sekali kesalahan ejaan, penggunaan kata yang tidak tepat, dan kalimat-kalimat tidak efektif...

Terlihat jelas adanya dua editor yang seperti tak melewati proof reading dulu, dari ketidakkonsistenan penulisan, misalnya dalam penggunaan bentuk dialog tergagap. Ada sebagian dengan koma (Ti, tidak!), ada sebagian dengan elipsis (Ti ... tidak!)...

Suka sekali mengunakan adjektiva "tipis" πŸ˜…

Ada beberapa hal detil yang tidak saya mengerti. Seperti misalnya mengapa kalau mati listrik, tidur di dalam rumah jadi panas (hal. 149)? Sedangkan sebelumnya Ocha malam-malam pindah tidur ke kamar hotel yang disebutkan berpendingin (hal.145) karena mengeluh kepanasan...

Ataukah itu kesalahan ketidakkonsistenan lain seperti saat mendeskripsikan gua (bukan goa!) yang membesar di hal. 220, tapi kemudian mengecil di hal. 222?...

Buku yang Melelahkan

Sulit merekomendasikan buku yang idenya sebenarnya bagus ini. Budaya Sumba, energi terbarukan, rekayasa genetika, juga tentang persahabatan, relasi anak dan orangtua, serta tradisi. Detil-detil tentang pencak silat dan ilmu ekonomi kurang memikat saya, tapi bisa jadi menarik untuk yang lain...

Buku ini sangat melelahkan. Susah payah saya menyelesaikannya. Idenya bagus, sayangnya eksekusinya mengecewakan! 

Bagaimana tak terganggu dengan kalimat "Orang itu mengacuhkan Siti dan bergegas keluar." (hal. 97) atau "Ia papah tubuhnya sendiri." (hal. 214)? Ada KBBI daring untuk tidak menemukan kata "merarau" (hal. 213) dan menggunakan kata "mencelos" (bukan "menyelos"!) dengan benar...

Saya tak mau menghakimi juga. Apalagi saya berprinsip harus baca minimal dua buku untuk melegitimasi opini. Ada sedikit harapan, apakah versi digitalnya saja yang begini? Apakah versi cetaknya lebih teliti? Semoga saja...

Namun untuk saat ini saya tak berminat membaca buku J.S. Khairen yang lain. Mungkin nanti, kalau sekuel Berlari yang dijanjikannya di akhir buku terbit dan tersedia di iPusnas? Siapa tahu eksekusinya lebih baik, saya jadi suka, dan menunggu-nunggu terbitnya sekuel Terbang...


Komentar

  1. Hmm sayang ya udah ngantri lama tapi pas dibaca mengecewakan. Aku jadi ingat masih antri buku novel dan malah udah lupa pernah ngantri. Thanks ulasannya teh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paling enggak dah ga penasaran lagi teh. Dan mantap mencoret buku ini dari kandidat kado buat ponakan. Sampe mungkin suatu hari nanti keluar edisi baru dengan editan lebih okeh... 😁

      Hapus
  2. Perasaan aku udah pernah komen tentang postingan ini. Baru ingat kalau itu obrolan kita di chat WA ya.
    Sebenarnya aneh juga ya untuk novel terbitan penerbit sekelas Grasindo mestinya bisa lebih baik kualitasnya. Atau penerbit juga sekedar kejar setoran begitu ada penulis yang dianggap berpengalaman mengajukan sebuah karya? Kualitas mereka merem aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya teh. Saking gemesnya, waktu itu aku dah ngomel2 duluan di chat πŸ˜… Memang kecewanya nambah mengingat ini dari penerbit besar πŸ˜’

      Hapus
  3. Duh sayang sekali ya Mba Alfi. Premisnya sudah bagus (ada rekayasa genetika juga, wow), tapi ternyata 'kurang'. Dan editornya ada 2, seharusnya komunikasi lebih agar bisa align kata-katanya.

    Aamin, semoga buku-buku selanjutnya bisa lebih baik lagi. J.S. Khairen harus baca tulisan Mba Alfi ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih berharap versi cetaknya sudah diedit dengan lebih baik nih teh πŸ˜‰

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho