De Pain et de Lait — Karolina Ramqvist

Sudah lama saya ingin membaca buku karya penulis Swedia. Tentu saja karena Swedia adalah negeri rantau sulung saya, si Ucok. Sayangnya kebanyakan novel Swedia—dan negara-negara Eropa utara lain—bergenre thriller. Gelap dan penuh kekerasan. Sesuai iklim dinginnya mungkin ya!? Hehehe. 

Saya sudah pernah membaca 3 buku Jonas Jonasson sih, penulis yang ternyata tingal di pulau yang sama dengan tempat si Ucok merantau! Namun itu sebelum Ucok merantau. Beda, rasanya.

Karena itulah saya senang sekali saat mendengar kabar bahwa Club Lecture bulan Oktober 2024 memilih novel De Pain et de Lait karya Karolina Ramqvist

Puding Nasi

Bercerita tentang seorang ibu yang tetiba ingin memasak puding nasi untuk anaknya. Si ibu mengingat bagaimana dulu dia menolak memakan masakan itu. Bagaimana kakek-neneknya bersabar sampai suatu saat dia mau mencobanya, dan ternyata menyukainya!

Ternyata anaknya menolak memakannya. Tanpa mencobanya sama sekali. Persis seperti kelakuan si ibu saat kecil.

Berbeda dengan kakek-neneknya yang bersabar, si ibu murka. Si ibu marah-marah. Tak lama. Kemudian dia tersadar dan meminta maaf pada anaknya. Lalu mereka berdua berbaring terdiam.

Sambil si anak menepuk-nepuk punggungnya, si ibu berpikir; mengapa dia sampai semarah itu? Apa yang menyebabkannya murka?

Dan dia pun mengingat segala kenangan sepanjang hidupnya. Segala kenangan yang berkaitan dengan makanan.

Risgrynsgröt?

Meski di sampul belakang disebutkan sebagai autobiografi, buku ini dikategorikan ke dalam genre novel. Di buku ini Karolina Ramqvist mencatat perjalanan hidupnya dalam prisma makanan. Tahapan hidup dan sejarah keluarganya dikaitkan dengan makanan yang membuatnya tak melupakan.

Mungkin deskripsi isi buku yang saya tulis di atas tak cukup tepat menggambarkan keseluruhan isi buku, tetapi begitulah kesimpulan yang saya dapat.

Dituliskan dengan surut pandang orang pertama, "aku" mengingat kenangannya yang terjauh, saat masih kecil menghabiskan jeruk clementine dan tidak mengakuinya pada ibunya. Lalu dia mengingat saat ditinggal ibunya dinas di luar kota dan dijaga oleh kakek-neneknya, di mana sang nenek selalu membuat kue manis, mengganti menu sarapan biasa yang berupa roti (pain) dan susu (lait). Sang nenek tak lupa menyimpan beberapa kue ekstra di dalam lemari beku untuk persediaan suatu hari tinggal dihangatkan jika dia menginginkannya.

"Aku" mengingat juga bagaimana crepe menjadi kenangan yang tidak menyenangkan. Jika ibunya membuat crepe, itu artinya si ibu akan pergi dan meninggalkannya sendiri.

Unik, bagaimana penulis bisa mengaitkan semua tahapan hidupnya dengan makanan. Beberapa kali bahkan dideskripsikan proses pembuatan makanan dengan cukup detil. Termasuk tentunya puding nasi yang saya cari-cari nama Swedianya tetapi tak yakin apakah benar itu (risgrynsgröt?). Sayang tak ada ukuran kadar bahannya! Halah, kayak beneran mau nyobain aja! Hihihi. 

Belajar bahasa Swedia via Duolingo-nya mandeg (halah!), saya membaca buku yang berjudul asli Bröd och Mjölk ini dalam versi terjemahan Prancis oleh Marina Heide yang diterbitkan oleh Penerbit Buchet Chastel pada Januari 2024. Karenanya, harap maklum kalau terjemahan istilah yang saya gunakan di sini kurang tepat. Ada kemungkinan lost in translation.

Meski tak banyak dialog, buku tidak terasa membosankan. Hanya harus diakui bahwa atmosfer kisahnya terasa mencekam. Entah memang demikian tujuan penulis, atau saya saja yang terlalu terbawa prasangka.

Autobiografi Fiktif?

Sayang sekali pada akhirnya saya tak bisa menghadiri pertemuan Club Lecture karena menemani Butet ke open house salah satu sekolah animasi di Arles. Ada banyak sekali pertanyaan—terlihat dari heading yang menggunakan tanda tanya, heuuu—yang biasanya saya dapatkan jawabannya dalam pertemuan, baik dari penjelasan animatrice kami, atau dari hasil diskusi sesama peserta.

Menjelang akhir buku saya baru menyadari bahwa ini adalah kisah tentang penderita gangguan makan. Berakhir dengan ditemukannya solusi dalam menghadapi gangguan, sih. Meski tak jelas, apakah gangguan terselesaikan atau tidak. Kalau dari penangkapan saya, lebih ke penerimaan saja.

Saya tak tahu apakah memang penulis mengalami gangguan itu. Mungkin autobiografi ini fiktif saja. Atau paling tidak diilhami dari pengalaman hidup penulis sendiri. Faksi. Entah sejauh apa sisi faktanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho