Suite Inoubliable — Mizubayashi Akira

Sibuk dengan e-book untuk MGN dan e-book untuk MPP membuat saya tak sempat banyak membaca bulan Maret ini. Apalagi menulis ulasan. Padahal ada Suite Inoubliable yang sudah saya selesaikan sejak akhir Februari.

Perjalanan Selo Goffriller

Buku dimulai dengan setting Jepang pada tahun 1945. Ken Mizutani, seorang pemain selo mengunjungi Hortense Schmidt, seorang luthier (orang yang pekerjaannya membuat dan memperbaiki alat musik gesek. Apa ya, istilah bahasa Indonesianya?) berkebangsaan Prancis. Ken menitipkan selonya sebelum berangkat berperang. Selo buatan Matteo Goffriller tahun1712 itu dipinjamkan selama 7 tahun sebagai hadiah atas kemenangannya dalam sebuah kompetisi internasional di Lausanne pada tahun 1939. Dan ternyata memang kemudian Ken tak kembali. Hortense lah yang akhirnya mengembalikannya ke Prancis dan menetap di negeri kelahirannya itu.

Kisah melompat ke Paris pada tahun 2016 di mana Guillaume Walter menemukan masalah pada selo Goffriller-nya. Dia membawa selonya ke Jacques Maillard, seorang luthier ternama. Jacques menyerahkan perbaikan selo itu ke asistennya yang bernama Pamina. Pamina diharapkan melanjutkan studio jika Jacques pensiun di kemudian hari.

Saat membongkar selo, Pamina menemukan sepucuk surat dan selembar foto di dalam selo itu. Sebelumnya pun dia merasa familiar dengan warna vernis kayu selo yang unik. Dia pun teringat pada selo milik mendiang neneknya yang dipesankan untuk tidak boleh dijual.

Pamina pulang mengambil selo neneknya, yang benar-benar serupa tampak luarnya. Saat membongkarnya untuk membandingkan, selo itu adalah salinan sempurna Goffriller 1712 yang ditinggalkan Guillaume. Pamina pun menemukan sepucuk surat lain di tempat yang sama dalam selo itu. 

Buku Ketiga dari Trilogi

Buku ini saya beli sejak awal Oktober 2023. Saya membelinya dalam versi paperback bukan pocket karena bertemu langsung dengan penulisnya, Akira Mizubayashi, di Festival Livre Mouans Sartoux. Ada tanda tangannya, tentu saja. Dan cap khas Jepang-nya!

Saya baru menyadari bahwa ternyata penulis ini tinggal di Jepang. Namun dia masih tetap menulis dalam bahasa Prancis. Menurutnya, bahasa Prancis itu indah. Itulah yang mendorongnya menulis dalam bahasa Prancis sejak buku pertamanya. Untuknya, bahasa Prancis adalah "bahasa bapak" (langue paternelle)-nya!

Dalam wawancaranya dengan Unesco, Akira Mizubayashi menyatakan bahwa bahasa Prancis itu seperti alat musik. Dan dia memilih bahasa Prancis sebagai instrumennya. Memang dia dibesarkan dalam keluarga yang banyak mendengarkan musik. Apakah karena itu bukunya pun bertema musik?

Suite Inoubliable yang secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti Suite yang Tak Terlupakan ini memang bercerita tentang musik. Novel ini merupakan buku ketiga dari trilogi romantis sesudah Âme Brisée et Reine de Cœur. Trilogi ini tidak berturutan. Bisa dibaca secara terpisah. Tokoh-tokoh ceritanya saja saling berkaitan, dan ketiganya bertema musik.

Saya sendiri yang sebenarnya sudah tertarik pada dua buku sebelumnya, sampai saat ini baru membaca Suite Inoubliable saja. Dan ceritanya terasa utuh. Saya tak merasakan ada yang kurang baik di bagian awal maupun akhir cerita.

Kisah yang Manis

Saat mulai membacanya, saya tak menyadari bahwa novel ini benar-benar padat informasi tentang musiknya, dalam hal ini selo. Struktur selo dideskripsikan dengan detil. Bahkan ada bagannya segala! 

Berbagai komposisi musik klasik dirujuk dalam novel terbitan Gallimard ini. Kebanyakan tentunya yang berkaitan dengan selo. Entah itu permainan tunggal, maupun dalam trio dan quartet gesek, maupun dalam orkestra.

Tentu saja, sebagai yang awam terhadap musik, ada banyak istilah yang saya belumpernah mendengarnya sebelumnya. Dan saya tak tahu padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Tapi semua itu tak mengganggu. Saya bisa melanjutkan membaca tanpa perlu benar-benar memahaminya.

Yang mungkin membuat bingung adalah banyaknya tokoh di dalam novel. Dengan pewaktuan antara 1945 hingga 2020, dari Jepang hingga Prancis dengan melewati Swiss, penulis memasukkan banyak tokoh yang memang memperkaya cerita, tapi bisa jadi membingungkan dalam merunut silsilahnya.

Saya suka ceritanya secara keseluruhan. Manis, dan berakhir manis. Semua cabang berhubungan. Di sisi lain, terlalu berhubungan. Arahnya jadi mudah ditebak. Kurang seru, rasanya. Namun bahkan dari resume di sampul belakang pun sebenarnya sudah memberi banyak petunjuk.

Diiringi Musik Klasik 

"Suite" dalam judul, merujuk ke Cello Suite No. 1 in G Major-nya Johann Sebastian Bach. Memang musik ini yang mengawali kisah. Lagu ini yang dimainkan Ken sebelum berpisah dengan Hortense. Suite ini kemudian disebutkan beberapa kali dalam cerita.

"Suite" saya artikan juga sebagai "lanjutan". Lanjutan cerita. Lanjutan kisah dari trilogi. Lanjutan yang tak terlupakan.

Novel 240 halaman ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa lain karena memang baru terbit Agustus 2023 yang lalu. Yang jelas, novel ini asyik dibaca dengan diiringi berbagai komposisi musik klasik yang bertebaran di sepanjang buku. Apalagi bagi mereka yang memang penggemar musik klasik. Terlebih lagi selo!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho