Clover — Na Hyerim

Buku ini adalah buku terakhir yang saya beli saat liburan ke Indonesia tahun 2023 ini. Tidak terencana. Tadinya saya mencari buku lain. Namun, dengan meminta bantuan personil toko pun, dua buku yang saya incar tidak ditemukan. Yang satu memang tak ada di stok, satu lagi ada, tapi entah di mana.

Buku ini menarik mata saya, tentu saja karena sampul bergambar kucingnya. Kucing? Hmmm... Memang bukan kucing biasa sih ya. Malah bikin tambah penasaran kan!?

Jarang-jarang, saya membeli buku secara impulsif begini. Stempel "Pemenang Changbi Prize for Young Adult Fiction" bagi penulis Na Hyerim memantapkan saya membeli Clover (클로버) untuk menemani saya kembali ke perantauan.


Perjanjian dengan Iblis

Jeong-in, seorang remaja kelas 3 SMP memilih menyendiri saat jam makan siang. Apalagi sejak diumumkannya karyawisata yang tidak akan bisa diikutinya. Biaya 354.260 won terlalu besar untuknya.

Jeong-in tinggal bersama neneknya yang pemulung kertas. Untuk membantunya, Jeong-in kerja paruh waktu di restoran cepat saji Hamburger Hill. Namun sebagai siswa SMP, dia hanya bisa bekerja 3 hari per minggu. Itupun dengan surat pernyataan dari sekolahnya. Untuk menambah pendapatan, Jeong-in pun ikut mengumpulkan kertas dan kardus untuk dijual, seperti neneknya. 

Suatu hari Jeong-in bertemu dengan seekor kucing hitam yang terlihat lapar. Diberinya makan patty beku kedaluarsa dari restoran yang dihangatkan. Kucing itu mengikuti Jeong-in sampai ke rumahnya.

Rupanya kucing itu adalah jelmaan iblis Helel Ben Shahar yang sedang liburan. Dia ingin tinggal di rumah Jeong-in selama liburannya itu. Sebagai imbalannya, Helel menawarkan untuk memberinya apapun yang remaja itu mau. Cukup dengan mengucapkan "seandainya".

Jeong-in menolak. Dia tak mau membuat perjanjian dengan iblis. Sampai suatu hari, nenek Jeong-in tertimpa kecelakaan.

Bukan Tentang Kucing

Kalau saya memilih buku bertema kucing, jelas pasti tak lepas dari keputusasaan saya akan keinginan membeli buku-buku bertema kucing lain yang tak tersampaikan. Ada tidak kurang dari 3 buku bertema kucing yang ingin saya beli dan ditahan oleh Butet. Kebetulan ketiganya buku Jepang. Butet ingin membacanya juga. Tak dalam bahasa Indonesia, tentunya. Ya sudah, saya mengalah. 

Saat melihat Clover ini, saya tak lagi menanyakan pendapat putri remaja saya itu. Saya memutuskan sendiri untuk membelinya. Sudah ada 3 buku lain dalam wishlist ini, kan!? Dan memang sudah lama saya berniat membeli buku fisik penulis Jepang atau Korea di saat mudik. Apalagi buku ini cukup baru, terbit di Indonesia Mei 2023.

Namun ternyata buku ini bukan tentang kucing! Tak ada kucing bernama Clover di dalamnya, seperti yang saya duga sebelumnya.

Meskipun tidak berdaun empat, ini tetap luar biasa. Asal tahu saja, clover butuh banyak sinar matahari. Tapi, mereka tetap tumbuh dengan baik di tempat yang kurang sinar matahari seperti di sini. (Hal. 100) 

Clover adalah penggambaran tentang Jeong-in. Bukan semanggi biasa. Tapi semanggi yang ditemukan Jae-ah, siswa teladan yang tetiba berkebun di tempat persembunyian Jeong-in. Semanggi yang tumbuh baik meski tak mendapatkan cukup sinar matahari. Jeong-in adalah semanggi yang itu. Remaja yang tetap bisa berkembang dengan baik, seperti si semanggi, di tengah keterbatasannya.

Ya, buku ini bercerita tentang remaja dan pencarian jati diri. Tentang persahabatan dan perundungan. Tentang relasi dengan orang tua. Dan tentu saja mengenai mimpi; di mana batas bermimpi disandingkan dengan kepasrahan menjalani takdir.

Penerjemahan

Kalau ada keraguan membeli buku ini, memang ada pengaruh dari sisi belum mengenal penerbit P.T. Bentara Aksara Cahaya. Saya belum pernah mendengar mengenai Penerbit Baca ini sebelumnya. Dan tentu, ini salah saya yang tidak mengikuti perkembangan penerbitan di Indonesia yang sudah sangat pesat. Namun bumbu fantasi yang saya tangkap di sinopsis di sampul belakang sudah cukup membuat saya memutuskan tanpa mencari lebih lanjut mengenainya.

Pada kenyataannya, saya merasakan alih bahasanya masih kaku. Kisah yang saya pikir sebenarnya cukup dalam, menjadi terasa dangkal. Atau memang demikian gaya bahasa aslinya, mengingat bahwa ini adalah buku untuk remaja?

Lompatan penggunaan sudut pandang orang ketiga dan pertama cukup membingungkan. Dari Jeong-in menjadi "aku", lalu kembali lagi ke Jeong-in dalamhalaman yang sama. Apakah itu pikiran dalam hati Jeong-in? Tidak harus dicetak miring kah? (Lagi-lagi,) memang begitukah aslinya?

Beberapa istilah dalam bahasa Korea ketinggalan dijelaskanAda lompatan catatan kaki, tak ada nomor 14. Sayang kan, kalau "Mongma" yang menjadi judul bab 8—sudah ada tanda catatan kaki no. 10 tapi tak saya temukan—dan disebutkan dalam cerita, tak kita mengerti maksudnya!? Istilah baseball juga perlu dijelaskan. Saya rasa ada lah, pembaca yang seperti saya, yang belum pernah mendengar "bullpen" dan "mound" (hal.245) sebelumnya.

Lalu mengenai ortolan. Saya sendiri baru mengetahui hidangan ini. Penerjemahan burung bunting jelas membuat saya syok. Setelah saya mencari informasi, sepertinya lebih tepat jika dikatakan "burung gelonggongan". Mungkin dengan catatan kaki mengenai proses penggemukannya yang dengan cara memaksa makan, bukan minum atau menyuntik daigngnya dengan air, agar lebih jelas. 

Clover sendiri, yang ternyata merupakan common noun dan bukan proper noun, mengapa tak diterjemahkan menjadi semanggi?

Mulai Pra Remaja

Lepas dari detil-detil itu, saya menyukai buku ini. Terhibur, terbawa penasaran, sampai mana Jeong-in bertahan dan tak tergoda iming-iming si kucing iblis? Meski saya masih tak jelas, apa sebenarnya maksud Helel yang mendiskripsikan Jeong-in sebagai hidangan selezat ortolan?

Mungkin bisa saja aku mendambakan 'seandainya' suatu hari nanti [...] tapi untuk saat ini aku hanya akan mencoba menjalani kehidupan nyata saja. (Hal. 238)

Penerbit tidak menampilkan kategori batasan usia pembaca di sampul belakang. Mungkin merasa tak perlu, karena sudah jelas menerima penghargaan untuk kategori Young Adult, kan!?. 

Sejalan dengan itu, menurut saya buku setebal 251 halaman ini sesuai untuk pembaca usia pra remaja, 10 tahun ke atas. Dan saya rasa, akan tetap bisa dinikmati juga oleh mereka yang sudah dewasa.



Komentar

  1. Waaahhh ... Ini covernya memang menarik ya teh Alfi. Aku pernah loh punya kucing dominan hitam semua he3 ... Induknya di beri nama Puthel. Anaknya bernama Sandy, Shell, Snowy.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mamaknya puthel, tapi anaknya jadi sandy dan snowy? Nurun bapaknya kah? 😄

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Je Reviendrai avec la Pluie — Ichikawa Takuji

Kita Pergi Hari Ini - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Detektif Conan (Vol. 100) — Aoyama Gosho